Penyelenggaraan asas BK
PENYELENGGARAAN ASAS BIMBINGAN KONSELING
Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan
profesional. Sesuai dengan makna uraian tentang pemahaman, penanganan dan
penyikapan konselor terhadap kasus, pekerjaan profesional itu harus
dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan
efektifitas proses dan lain-lain. Kaidah-kaidah tersebut didasarkan atas
tuntutan keilmuan layanan disatu segi (antara lain bahwa layanan harus
didasarkan atas data dan tingkat perkembangan klien), dan tuntutan optimalisasi
proses penyelanggaraan layanan disegi lain (yaitu antara lain suasana konseling
ditandai oleh adanya kehangatan, pemahaman, penerimaan, kebebasan dan
keterbukaan, serta berbagai sumber daya yang perlu diaktifkan).
Dalam penyelengaraan pelayanan bimbingan dan konseling
kaidah-kaidah tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu
ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu.
Apabila asas-asas itu diikuti dan teselenggara dengan baik sangat dapat
diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan.
Sebaliknya, apabila asas-asas itu diabaikan atau dilanggar sangat dikhawatirkan
kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan tujuan bimbingan dan
konseling, bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat didalam
pelayanan, serta profesi bimbingan dan konseling itu sendiri.
Asas yang dimaksud adalah asas kerahasiaan, kesukarelaan,
keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan,
kenormatifan, keahlian, ahli tangan, dan tut wuri handayani (Prayitno, 1987).
Dalam menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling
disekolah hendaknya selalu mengacu pada asas-asas bimbingan dan konseling dan
diterapkan sesuai dengan asas-asas bimbingan konseling. Asas-asas ini dapat
dianggap sebagai suatu rambu-rambu dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling
(Prayitno, 1983 : 6-12 dan 2004 : 114-120).
Keberhasilan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh
diwujudkannya asas-asas berikut :
1. Asas Kerahasiaan
Rahasia, yaitu menuntut dirahasiakannya segenap data dan
keterangan tentang peserta didik (klien), yaitu data atau keterangan yang tidak
boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing
berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu
sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin ( Syamsu Yusuf & A. Juntika
Nurihsan, 2006 :22)
Ada kalanya pelayanan bimbingan dan konseling berkenaan
dengan individu atau siswa yang bermasalah. Masalah biasanya merupakan suatu
yang harus dirahasiakan. Adakalanya dalam proses konseling siswa enggan
berbicara karena merasa khawatir apabila rahasianya diketahui orang lain
termasuk konselornya, apalagi apabila konselornya tidak dapat menjaga rahasia
kliennya. Apa pun yang sifatnya rahasia yang disampaikan klien kepada konselor,
tidak boleh diceritakan kepada orang lain meskipun kepada keluarganya.
Dalam konseling, asas ini merupakan asas kunci karena
apabila asas ini dipegang teguh, konselor akan mendapat kepercayaan dari klien
sehingga mereka akan memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling sebaik-baiknya.
Sebaliknya apabila asas ini tidak dipegang teguh, konselor akan kehilangan
kepercayaan dari klien (siswa) sehingga siswa akan enggan memanfaatkan jasa
bimbingan dan konseling karena merasa takut masalah dan dirinya menjadi bahan
gunjingan. (Tohirin, 2009 :87-88)
Asas kerahasiaan merupakan asas kunci dalam upaya bimbingan
dan konseling. Jika asas ini benar-benar dijalankan maka penyelenggaraan
bimbingan dan konseling akan mendapat kepercayaan dari para siswanya dan
layanan bimbingan dan konseling akan dimanfaatkan secara baik oleh siswa, dan
jika sebaliknya para penyelenggara bimbingan dan konseling tidak memperhatikan
asas tersebut, layanan bimbingan dan konseling (khusus yang benar-benar
menyangkut kehidupan siswa) tidak akan mempunyai arti lagi, bahkan mungkin
dijauhi oleh para siswa ( Dewa Ketut Sukardi, 2008 :46-47)
2. Asas Kesukarelaan
Sukarela yaitu menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan
peserta didik (klien) mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperlukan
baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan
kesukarelaan tersebut (Syamsu Yusuf & A.Juntika Nurihsan, 2006 :22)
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar
kesukarelaan baik dari pihak pembimbing (konselor) maupun dari pihak klien
(siswa). Klien (siswa) diharapkan secara sukarela, tanpa terpaksa dan tanpa
ragu-ragu menyampaikan masalah yang disampaikanya, serta mengungkapkan semua
fakta, data dan segala sesuatu yang berkenaan dengan masalah yang dihadapinya
kepada konselor. Begitu juga dengan konselor atau pembimbing dalam memberikan
bimbingan juga hendaknya jangan karena terpaksa. Dengan kata lain pembimbing
harus memberikan pelayanan bimbingan dan konseling secara ikhlas (Tohirin, 2009
:88-89)
Jika asas kerahasiaan memang benar-benar telah tertanam pada
diri (calon) klien dapat diharapkan bahwa mereka yang mengalami masalah akan
dengan sukarela membawa masalahnya itu kepada pembimbing untuk minta bimbingan.
Kesukarelaan tidak hanya dituntut pada diri (calon) klien
saja, tetapi juga hendaknya berkembang pada pembimbing/konselor. Para
penyelenggara bimbingan dan konseling hendaknya mampu menghilangkan rasa bahwa
tugas ke-BK-an itu merupakan sesuatu yang memaksa diri mereka. Lebih disukai
lagi apabila petugas itu merasa terpanggil untuk melaksanakan layanan bimbingan
dan konseling (Dewa Ketut Sukardi, 2006 :15).
3. Asas Keterbukaan
Dalam proses bimbingan dan konseling sangat diperlukan
suasana keterbukaan baik dari pihak konselor maupun klien. Asas ini tidak
kontradiktif dengan asas kerahasiaan karena keterbukaan yang dimaksud
menyangkut kesediaan menerima saran-saran dari luar dan kesediaan membuka diri
untuk kepentingan pemecahan masalah. Siswa yang dibimbing diharapkan dapat
berbicara secara jujur dan berterus terang tentang dirinya sehingga penlaahan
dan pengkajian tentang berbagai kekuatan dan kelemahannya dapat dilakukan
(Tohirin, 2009 : 89-90)
Keterbukaan ini bukan hanya sekedar berarti “bersedia
menerima saran-saran dari luar” tetapi dalam hal ini lebih penting
masing-masing yang bersngkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan
pemecahan masalah yang dimaksud.
Keterbukaan disini ditinjau dari dua arah. Dari pihak klien
diharapkan pertama-tama mau membuka diri sendiri sehingga apa yang ada pada
dirinya dapat diketahui oleh orang lain (dalam hal ini konselor), dan yang
kedua mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan lainnya
dari pihak luar. Dari pihak konselor keterbukaan terwujud dengan kesediaan
konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan diri konselor
sendiri jika hal itu memang dikehendaki oleh klien (Prayetno, 2004 :116)
Perlu diperhatikan bahwaketerbukaan hanya akan terjadi bila
klien tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan yang mestinya diterapkan oleh
konselor. Untuk keterbukaan klian, konselor harus terus menerus membina suasana
hubungan konseling sedemikian rupa sehingga klien yakin bahwa asas karahasiaan
memang terselenggarakan. Kesukarelaan klien tentu saja menjadi dasar bagi
keterbukaannya (Dewa Ketut Sukardi, 2008 :16).
4. Asas Kekinian
Kini, yaitu menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan
dan konseling ialah permasalahan peserta didik (klien) dalam kondisinya
sekarang. Layanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau
pun” dilihat dampak atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang
diperbuat sekarang (Syamsu yusuf & A.Juntika nurihsan, 2006 :23)
Masalah klien yang langsung ditanggulangi melalui upaya
bimbingan dan konseling ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan kini
(sekarang), bukan masalah yang sedah lampau, dan juga bukan masalah yang
mungkin akan dialami dimasa mendatang. Bila ada hal-hal tertentu yang
menyangkut masa lampau atau masa datang yang perlu dibahas dalam upaya
bimbingan dan konseling yang sedang diselenggarakan. Yang paling penting adalah
apa yang perlu ditanggulangi sekarang, sehingga masalah yang dihadapi itu
teratasi (Dewa Ketut Sukardi & Desak Nila Kusmawati, 2008 : 16)
Pelayanan bimbingan dan konseling harus berorientasi kepada
masalah yang sedang dirsakan klien saat ini. Artinya masalah-masalah yang
ditanggulangi dalam proses bimbingan dan konseling yaitu masalah yang sedang
dirasakan oleh siswanya.
Asas kekinian juga mengandung makna bahwa pembimbing atau
konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan atau fakta menunjukkan ada
siswa yang perlu bantuan (mengalami masalah). Maka konselor hendaklah segera
memberikan bantuan. Konselor hendaklah lebih mementingkan kepentingan klien
dari pada yang lainnya. (Tohirin, 2009 :90-91).
5. Asas Kemandirian
Mandiri yaitu menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan
konseling. Yakni peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan bimbingan dan
konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri dengan ciri-ciri
mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil
keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri.
Kemandirian merupakan salah satu tujuan pelayanan bimbingan
dan konseling. Siswa yang telah dibimbing hendaknya bisa mandiri tidak
tergantung pada orang lain dan kepada konselor. Ciri-ciri kemandirian pada
siswa yang telah dibimbing adalah :
a. Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya.
b. Menerima diri senditi dan lingkungannya secara positif
dan dinamis.
c. Mengambil keputusan untuk dan oleh untuk diri sendiri
d. Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu.
e. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi,
minat dan kemampuan-kemampuan yang dimilkinya.
Kemandirian dengan ciri-ciri umum diatas haruslah
disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan dan peranan klien dalam kehidupan
sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan
proses konseling, dan hal itu didasari baik oleh konselor maupun klien
(Prayetno, 2004 :117)
6. Asas Kegiatan
Kegiatan yaitu menghendaki agar peserta didik (klien) yang
menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif didalam penyelenggaraan
layanan/kegiatan bimbingan.
Pelayanan bimbingan dan konseling tidak akan memberikan
hasil yang berarti apabila klien tidak melakukan sendiri kegiatan untuk
mencapai tujuan bimbingan dan konseling.Hasil usaha yang menjadi tujuan
bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus
dicapai dengan kerja giat dari klien sendiri. Guru pembimbing atau konselor
harus dapat membangkitkan semangat klien sehingga ia mampu dan mau melaksanakan
kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok
pembicaraan dalam proses konseling.
Asas ini juga bermakna bahwa masalah klien tidak akan
terpecahkan apabila siswa tidak melakukan kegiatan seperti yang dibicarakan
dalam konseling (Tohirin, 2009:91-92).
7. Asas Kedinamisan
Dinamis yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar isi layanan terhadap sasaran layanan (klien) yang sama kehendaknya selalu
bergerak maju, tidak menoton, dan terus berkembang serta berlanjutan sesuai
dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu (Syamsi Yusuf
& A.Juntika Nurikhsan, 2006 :23)
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki
terjadinya perubahan pada diri klien yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang
lebih baik. Perubahan itu tidaklah sekadar mengulang yang lama yang bersifat
menoton, melainkan perubahan yang selalu menuju kesuatu pembaruan, sesuatu yang
lebih maju, dinamis sesuai dengan arah perkembangan klien yang dikehendaki
Asas Kedinamisan mengacu pada hal-hal baru yang hendaknya
terdapat pada dan menjadi ciri-ciri dari paroses konseling dan hasil-hasilnya
(Prayetno, 2004: 118)
Usaha bimbingan dan konseling yang menghendaki terjadinya
perubahan pada kliennya yang dibimbing.
8. Asas Keterpaduan
Terpadu yaitu asas bimbingan dab konseling yang menghendaki
agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang yang
dilakukan oleh guru guru pembimbing maupun pihak lain, Saling menunjang,
harmonis, dan terpadu. Untuk ini, kerjasama antara guru guru pembimbing dan
ihak-pihak yang berperran dalam penyelenggaraan dalam pelayaanan bimbingan dan
konseling pula terus dikembangkan. Koordinasi segenap layanan/kegiatan
bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang apabila
keadaannya tidak seimbang, tidak serasi, dan tidak terpadu justru akan
menimbulkan masalah.. Oleh sebab itu, usaha bimbingan dan konseling hendaknya
memadukan berbagai aspek kepribadian klien. Selain keterpaduan pada diri klien,
juga harus terpadu dalam isi dan proses layanan uang diberikan. Tidak boleh
aspek layanan yang satu tidak serasi apalagi bertentangan dngan aspek ;layanan
yang lainnya.
Aspek keterpaduan juga menuntut konselor memiliki wawasan
yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta
berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien (Tohirin,
2009 :92-93).
9. Asas Kenormatifan
Harmonis yaaitu menghendaki agar segenap layanan kegiatan
bimbingan dan konseling didasarkan pada nilai dan norma yang ada, tidak boleh
bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama,
hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan kebiasaan yang
berlaku.
Seluruh isi dan proses konseling garus sesuai dengan
norma-norma yang berlaku. Demikian pula prosedur, teknik dan peralatan
(instrumen) yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku
(Tohirin, 2009 :93)
Ditilik dari permasalahan klien, barangkali pada awalnya ada
materi bimbingan dan konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya
klien mengalami masalah melanggar norma-norma tertentu), namun justru dengan
pelayanan bimbingan dan konseling tingkah yang melanggar norma itu diarahkan
kepada yang lebih bersesuaian dengan norma (Prasetyo, 2009 : 119)
10. Asas Keahlian
Ahli yaitu menghendaki agar layanan dan bimbingan dan
konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini,
para pelaksana bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli
dalam bidang bimbingan konseling. Keprofesional guru pembimbing harus terwujud
baik dalam penyelanggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling (Syamsu
Yusuf & A.Juntika Nurihsan, 2006 :23)
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan
profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik
untuk pekerjaan tersebut. Dengan perkataan lain, pelayanan bimbingan dan
konseling harus dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian (memiliki
pengetahuan dan keterampilan) tentang bimbingan konseling.
Asas keahlian juga mengacu kepada kualifikasi konselor
seperti pendidikan dan pengalaman. Selain itu, seorang konselor juga harus
mengetahui dan memahami secara baik teori-teori dan prktek bimbingan dan
konseling (Tohirin, 2009 : 93).
Usaha bimbingan konseling perlu dilakukan asas keahlian
secara teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik dan alat
(instrumentasi bimbingan dan konseling) yang memadai. Untuk itu para konselor
perlu mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai
keberhasilan usaha pemberi layanan. (Prayetno, 2004: 119).
11. Ahli Tangan Kasus
Ahli tangan kasus yaitu menghendaki agar pihak-pihak yang
tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan
tuntas atas tuntas atas suatu permasalahan itu kepada kepada yang lebih ahli.
Guru pembimbing dapat menerima ahli tangan kasus dari orang tua, guru-guru
lain, atau ahli lain dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan
kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
Dalam pemberian bimbingan dan konseling, asas ahli tangan
jika konselor sudah mengarahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu,
namun individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang
diharapkan, maka konselor dapat mengirim individu tersebut kepada petugas atau
badan yang lebih ahli.
Disamping itu, asas ini juga mengisyaratkan bahwa pelayanan
bimbingan konseling hanya menangani masalah-masalah individu sesuai dengan
kewenangan petugas yang bersangkutan, dan setiap masalah ditangani oleh ahli
yang berwenang untuk itu (Prasetyo, 2004: 119-120)
Asas ini juga bermakna bahwa konselor dalam memberikan
pelayanan bimbingan dan konseling jagan melebihi batas kewenangannya. Atau
pelayanan bimbingan dan konseling hanya menangani masalah-masalah individu
sesuai dengan kewenangan petugas konselor atau pembimbing yang bersangkutan.
Misalnya individu yang setres berat (gila) tidak lagi
menjadi kewenangan konselor sekolah atau madrasahmelainkan kewenangan
psikiater. Pembimbing atau konselor tidak boleh melaksanakan tugas melebihi
batas kewenangannya (Tohirin.2009 :94)
12. Asas Tut Wuri Handayani
Asas Tut Wuri Handayani yaitu asas bimbingan dan konseling
yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan
dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan
keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang
seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju. Demikian juga segenap
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan hendaknya
disertai dan sekaligus dapat membangun suasana pengayoman, keteladanan, dan
dorongan seperti itu (Syamsu Yusuf & A.Juntika Nurihsan, 2006 :23)
Asas ini menunjukkan pada suasana umum yang hendaknya
tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara pembimbing dan yang
dibimbing. Lebih-lebih dilingkungan sekolah, asas ini makin dirasakan
manfaatnya. Asas ini menuntut agar layanan bimbingan dan konseling tidak hanya
dirasakan adanya pada waktu siswa mengalami dan menghadap pembimbing saja,
namun diluar hubungan kerja kepebimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan
adannya dan manfaatnya (Dewa Ketut Sukardi, 2008:51)
Bimbingan dan konseling hendaknya adanya dan manfaatnya
sebelum dan sesudah siswa menjalani layanan bimbingan dan konseling secara
langsung. Dalam asas ini, pembimbing atau konselor bisa menjadikan dirinya
sebagai contoh pemecah masalah yang efektif (counselling by modeling).
Dalam praktik bimbingan dan konseling islam, asas ini
bertumpukan pada keteladanan Rasullah Saw. Rasulullah Saw merupakan sosok
pemecah masalah yang efektif, sehingga berbagai masalah para sahabat ketika itu
dapat dipecahkan melalui percontohan (keteladanan) dari rasullah Saw. Dalam
konteks ini Rasullah Saw bisa disebut konselor islam. Al-Qur’an surat Al-Ahzab
([33]:21) menjelaskan “bahwa didalam diri Rasullah Saw terdapat contoh teladan
yang baik bagimu”
Asas ini juga memberikan makna bahwa untuk bisa menjadi
pemecah masalah yang efektif dan bisa dicontoh (diteladani) oleh klien,
pembimbing atau konselor harus memulai dari diri sendiri (ifda’ bi nafsik)
Selain asas-asas tersebut terkait satu sama lain, segenap
asas itu perlu diselenggarakan secara terpadu dan tepat padu, yang satu tidak
perlu didahulikan atau dikemudiankan dari yang lain. Begitu penting asas-asas
tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa asas-asas itu merupakan jiwa dan nafas
dari seluruh proses kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Apabila
asas-asas itu tidak dijalankan dengan baik penyelenggaraannya pelayanan
bimbingan dan konseling akan tersendat-sendat atau bahkan sama sekali.
MAS DAFTAR PUSTAKA KOCX NGG DA````
BalasHapus