Blogger Widgets

Rabu, 03 Oktober 2012

Azas - Azas Bimbingan dan Konseling

Penyelenggaraan asas BK
PENYELENGGARAAN ASAS BIMBINGAN KONSELING

Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Sesuai dengan makna uraian tentang pemahaman, penanganan dan penyikapan konselor terhadap kasus, pekerjaan profesional itu harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan efektifitas proses dan lain-lain. Kaidah-kaidah tersebut didasarkan atas tuntutan keilmuan layanan disatu segi (antara lain bahwa layanan harus didasarkan atas data dan tingkat perkembangan klien), dan tuntutan optimalisasi proses penyelanggaraan layanan disegi lain (yaitu antara lain suasana konseling ditandai oleh adanya kehangatan, pemahaman, penerimaan, kebebasan dan keterbukaan, serta berbagai sumber daya yang perlu diaktifkan).
Dalam penyelengaraan pelayanan bimbingan dan konseling kaidah-kaidah tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Apabila asas-asas itu diikuti dan teselenggara dengan baik sangat dapat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan. Sebaliknya, apabila asas-asas itu diabaikan atau dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat didalam pelayanan, serta profesi bimbingan dan konseling itu sendiri.
Asas yang dimaksud adalah asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, ahli tangan, dan tut wuri handayani (Prayitno, 1987).
Dalam menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling disekolah hendaknya selalu mengacu pada asas-asas bimbingan dan konseling dan diterapkan sesuai dengan asas-asas bimbingan konseling. Asas-asas ini dapat dianggap sebagai suatu rambu-rambu dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling (Prayitno, 1983 : 6-12 dan 2004 : 114-120).




Keberhasilan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut :
1. Asas Kerahasiaan
Rahasia, yaitu menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang peserta didik (klien), yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin ( Syamsu Yusuf & A. Juntika Nurihsan, 2006 :22)
Ada kalanya pelayanan bimbingan dan konseling berkenaan dengan individu atau siswa yang bermasalah. Masalah biasanya merupakan suatu yang harus dirahasiakan. Adakalanya dalam proses konseling siswa enggan berbicara karena merasa khawatir apabila rahasianya diketahui orang lain termasuk konselornya, apalagi apabila konselornya tidak dapat menjaga rahasia kliennya. Apa pun yang sifatnya rahasia yang disampaikan klien kepada konselor, tidak boleh diceritakan kepada orang lain meskipun kepada keluarganya.
Dalam konseling, asas ini merupakan asas kunci karena apabila asas ini dipegang teguh, konselor akan mendapat kepercayaan dari klien sehingga mereka akan memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling sebaik-baiknya. Sebaliknya apabila asas ini tidak dipegang teguh, konselor akan kehilangan kepercayaan dari klien (siswa) sehingga siswa akan enggan memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling karena merasa takut masalah dan dirinya menjadi bahan gunjingan. (Tohirin, 2009 :87-88)
Asas kerahasiaan merupakan asas kunci dalam upaya bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dijalankan maka penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan mendapat kepercayaan dari para siswanya dan layanan bimbingan dan konseling akan dimanfaatkan secara baik oleh siswa, dan jika sebaliknya para penyelenggara bimbingan dan konseling tidak memperhatikan asas tersebut, layanan bimbingan dan konseling (khusus yang benar-benar menyangkut kehidupan siswa) tidak akan mempunyai arti lagi, bahkan mungkin dijauhi oleh para siswa ( Dewa Ketut Sukardi, 2008 :46-47)



2. Asas Kesukarelaan
Sukarela yaitu menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut (Syamsu Yusuf & A.Juntika Nurihsan, 2006 :22)
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan baik dari pihak pembimbing (konselor) maupun dari pihak klien (siswa). Klien (siswa) diharapkan secara sukarela, tanpa terpaksa dan tanpa ragu-ragu menyampaikan masalah yang disampaikanya, serta mengungkapkan semua fakta, data dan segala sesuatu yang berkenaan dengan masalah yang dihadapinya kepada konselor. Begitu juga dengan konselor atau pembimbing dalam memberikan bimbingan juga hendaknya jangan karena terpaksa. Dengan kata lain pembimbing harus memberikan pelayanan bimbingan dan konseling secara ikhlas (Tohirin, 2009 :88-89)
Jika asas kerahasiaan memang benar-benar telah tertanam pada diri (calon) klien dapat diharapkan bahwa mereka yang mengalami masalah akan dengan sukarela membawa masalahnya itu kepada pembimbing untuk minta bimbingan.
Kesukarelaan tidak hanya dituntut pada diri (calon) klien saja, tetapi juga hendaknya berkembang pada pembimbing/konselor. Para penyelenggara bimbingan dan konseling hendaknya mampu menghilangkan rasa bahwa tugas ke-BK-an itu merupakan sesuatu yang memaksa diri mereka. Lebih disukai lagi apabila petugas itu merasa terpanggil untuk melaksanakan layanan bimbingan dan konseling (Dewa Ketut Sukardi, 2006 :15).

3. Asas Keterbukaan
Dalam proses bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan baik dari pihak konselor maupun klien. Asas ini tidak kontradiktif dengan asas kerahasiaan karena keterbukaan yang dimaksud menyangkut kesediaan menerima saran-saran dari luar dan kesediaan membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah. Siswa yang dibimbing diharapkan dapat berbicara secara jujur dan berterus terang tentang dirinya sehingga penlaahan dan pengkajian tentang berbagai kekuatan dan kelemahannya dapat dilakukan (Tohirin, 2009 : 89-90)


Keterbukaan ini bukan hanya sekedar berarti “bersedia menerima saran-saran dari luar” tetapi dalam hal ini lebih penting masing-masing yang bersngkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah yang dimaksud.
Keterbukaan disini ditinjau dari dua arah. Dari pihak klien diharapkan pertama-tama mau membuka diri sendiri sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh orang lain (dalam hal ini konselor), dan yang kedua mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan lainnya dari pihak luar. Dari pihak konselor keterbukaan terwujud dengan kesediaan konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan diri konselor sendiri jika hal itu memang dikehendaki oleh klien (Prayetno, 2004 :116)
Perlu diperhatikan bahwaketerbukaan hanya akan terjadi bila klien tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan yang mestinya diterapkan oleh konselor. Untuk keterbukaan klian, konselor harus terus menerus membina suasana hubungan konseling sedemikian rupa sehingga klien yakin bahwa asas karahasiaan memang terselenggarakan. Kesukarelaan klien tentu saja menjadi dasar bagi keterbukaannya (Dewa Ketut Sukardi, 2008 :16).

4. Asas Kekinian
Kini, yaitu menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik (klien) dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang (Syamsu yusuf & A.Juntika nurihsan, 2006 :23)
Masalah klien yang langsung ditanggulangi melalui upaya bimbingan dan konseling ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan kini (sekarang), bukan masalah yang sedah lampau, dan juga bukan masalah yang mungkin akan dialami dimasa mendatang. Bila ada hal-hal tertentu yang menyangkut masa lampau atau masa datang yang perlu dibahas dalam upaya bimbingan dan konseling yang sedang diselenggarakan. Yang paling penting adalah apa yang perlu ditanggulangi sekarang, sehingga masalah yang dihadapi itu teratasi (Dewa Ketut Sukardi & Desak Nila Kusmawati, 2008 : 16)


Pelayanan bimbingan dan konseling harus berorientasi kepada masalah yang sedang dirsakan klien saat ini. Artinya masalah-masalah yang ditanggulangi dalam proses bimbingan dan konseling yaitu masalah yang sedang dirasakan oleh siswanya.
Asas kekinian juga mengandung makna bahwa pembimbing atau konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan atau fakta menunjukkan ada siswa yang perlu bantuan (mengalami masalah). Maka konselor hendaklah segera memberikan bantuan. Konselor hendaklah lebih mementingkan kepentingan klien dari pada yang lainnya. (Tohirin, 2009 :90-91).

5. Asas Kemandirian
Mandiri yaitu menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling. Yakni peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri.
Kemandirian merupakan salah satu tujuan pelayanan bimbingan dan konseling. Siswa yang telah dibimbing hendaknya bisa mandiri tidak tergantung pada orang lain dan kepada konselor. Ciri-ciri kemandirian pada siswa yang telah dibimbing adalah :
a. Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya.
b. Menerima diri senditi dan lingkungannya secara positif dan dinamis.
c. Mengambil keputusan untuk dan oleh untuk diri sendiri
d. Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu.
e. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan kemampuan-kemampuan yang dimilkinya.
Kemandirian dengan ciri-ciri umum diatas haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan dan peranan klien dalam kehidupan sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling, dan hal itu didasari baik oleh konselor maupun klien (Prayetno, 2004 :117)



6. Asas Kegiatan
Kegiatan yaitu menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif didalam penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan.
Pelayanan bimbingan dan konseling tidak akan memberikan hasil yang berarti apabila klien tidak melakukan sendiri kegiatan untuk mencapai tujuan bimbingan dan konseling.Hasil usaha yang menjadi tujuan bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dicapai dengan kerja giat dari klien sendiri. Guru pembimbing atau konselor harus dapat membangkitkan semangat klien sehingga ia mampu dan mau melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam proses konseling.
Asas ini juga bermakna bahwa masalah klien tidak akan terpecahkan apabila siswa tidak melakukan kegiatan seperti yang dibicarakan dalam konseling (Tohirin, 2009:91-92).

7. Asas Kedinamisan
Dinamis yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (klien) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak menoton, dan terus berkembang serta berlanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu (Syamsi Yusuf & A.Juntika Nurikhsan, 2006 :23)
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan itu tidaklah sekadar mengulang yang lama yang bersifat menoton, melainkan perubahan yang selalu menuju kesuatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju, dinamis sesuai dengan arah perkembangan klien yang dikehendaki
Asas Kedinamisan mengacu pada hal-hal baru yang hendaknya terdapat pada dan menjadi ciri-ciri dari paroses konseling dan hasil-hasilnya (Prayetno, 2004: 118)
Usaha bimbingan dan konseling yang menghendaki terjadinya perubahan pada kliennya yang dibimbing.




8. Asas Keterpaduan
Terpadu yaitu asas bimbingan dab konseling yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang yang dilakukan oleh guru guru pembimbing maupun pihak lain, Saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini, kerjasama antara guru guru pembimbing dan ihak-pihak yang berperran dalam penyelenggaraan dalam pelayaanan bimbingan dan konseling pula terus dikembangkan. Koordinasi segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang apabila keadaannya tidak seimbang, tidak serasi, dan tidak terpadu justru akan menimbulkan masalah.. Oleh sebab itu, usaha bimbingan dan konseling hendaknya memadukan berbagai aspek kepribadian klien. Selain keterpaduan pada diri klien, juga harus terpadu dalam isi dan proses layanan uang diberikan. Tidak boleh aspek layanan yang satu tidak serasi apalagi bertentangan dngan aspek ;layanan yang lainnya.
Aspek keterpaduan juga menuntut konselor memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien (Tohirin, 2009 :92-93).

9. Asas Kenormatifan
Harmonis yaaitu menghendaki agar segenap layanan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada nilai dan norma yang ada, tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan kebiasaan yang berlaku.
Seluruh isi dan proses konseling garus sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Demikian pula prosedur, teknik dan peralatan (instrumen) yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku (Tohirin, 2009 :93)
Ditilik dari permasalahan klien, barangkali pada awalnya ada materi bimbingan dan konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya klien mengalami masalah melanggar norma-norma tertentu), namun justru dengan pelayanan bimbingan dan konseling tingkah yang melanggar norma itu diarahkan kepada yang lebih bersesuaian dengan norma (Prasetyo, 2009 : 119)


10. Asas Keahlian
Ahli yaitu menghendaki agar layanan dan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan konseling. Keprofesional guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelanggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling (Syamsu Yusuf & A.Juntika Nurihsan, 2006 :23)
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan tersebut. Dengan perkataan lain, pelayanan bimbingan dan konseling harus dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian (memiliki pengetahuan dan keterampilan) tentang bimbingan konseling.
Asas keahlian juga mengacu kepada kualifikasi konselor seperti pendidikan dan pengalaman. Selain itu, seorang konselor juga harus mengetahui dan memahami secara baik teori-teori dan prktek bimbingan dan konseling (Tohirin, 2009 : 93).
Usaha bimbingan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling) yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai keberhasilan usaha pemberi layanan. (Prayetno, 2004: 119).

11. Ahli Tangan Kasus
Ahli tangan kasus yaitu menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas tuntas atas suatu permasalahan itu kepada kepada yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima ahli tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
Dalam pemberian bimbingan dan konseling, asas ahli tangan jika konselor sudah mengarahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, namun individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor dapat mengirim individu tersebut kepada petugas atau badan yang lebih ahli.

Disamping itu, asas ini juga mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan konseling hanya menangani masalah-masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan, dan setiap masalah ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu (Prasetyo, 2004: 119-120)
Asas ini juga bermakna bahwa konselor dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling jagan melebihi batas kewenangannya. Atau pelayanan bimbingan dan konseling hanya menangani masalah-masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas konselor atau pembimbing yang bersangkutan.
Misalnya individu yang setres berat (gila) tidak lagi menjadi kewenangan konselor sekolah atau madrasahmelainkan kewenangan psikiater. Pembimbing atau konselor tidak boleh melaksanakan tugas melebihi batas kewenangannya (Tohirin.2009 :94)

12. Asas Tut Wuri Handayani
Asas Tut Wuri Handayani yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju. Demikian juga segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan hendaknya disertai dan sekaligus dapat membangun suasana pengayoman, keteladanan, dan dorongan seperti itu (Syamsu Yusuf & A.Juntika Nurihsan, 2006 :23)
Asas ini menunjukkan pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara pembimbing dan yang dibimbing. Lebih-lebih dilingkungan sekolah, asas ini makin dirasakan manfaatnya. Asas ini menuntut agar layanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan adanya pada waktu siswa mengalami dan menghadap pembimbing saja, namun diluar hubungan kerja kepebimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adannya dan manfaatnya (Dewa Ketut Sukardi, 2008:51)
Bimbingan dan konseling hendaknya adanya dan manfaatnya sebelum dan sesudah siswa menjalani layanan bimbingan dan konseling secara langsung. Dalam asas ini, pembimbing atau konselor bisa menjadikan dirinya sebagai contoh pemecah masalah yang efektif (counselling by modeling).
Dalam praktik bimbingan dan konseling islam, asas ini bertumpukan pada keteladanan Rasullah Saw. Rasulullah Saw merupakan sosok pemecah masalah yang efektif, sehingga berbagai masalah para sahabat ketika itu dapat dipecahkan melalui percontohan (keteladanan) dari rasullah Saw. Dalam konteks ini Rasullah Saw bisa disebut konselor islam. Al-Qur’an surat Al-Ahzab ([33]:21) menjelaskan “bahwa didalam diri Rasullah Saw terdapat contoh teladan yang baik bagimu”
Asas ini juga memberikan makna bahwa untuk bisa menjadi pemecah masalah yang efektif dan bisa dicontoh (diteladani) oleh klien, pembimbing atau konselor harus memulai dari diri sendiri (ifda’ bi nafsik)
Selain asas-asas tersebut terkait satu sama lain, segenap asas itu perlu diselenggarakan secara terpadu dan tepat padu, yang satu tidak perlu didahulikan atau dikemudiankan dari yang lain. Begitu penting asas-asas tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa asas-asas itu merupakan jiwa dan nafas dari seluruh proses kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas itu tidak dijalankan dengan baik penyelenggaraannya pelayanan bimbingan dan konseling akan tersendat-sendat atau bahkan sama sekali.

1 komentar: